Bima Arya Sebut Kementerian Khusus Jabodetabek Solusi Dua Masalah Besar di Jabodetabekjur
BRO. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyebut persoalan lingkungan hidup dan transportasi di daerah-daerah penyangga Ibu Kota Jakarta (Jabodetabekpunjur), menjadi dua isu besar yang sulit dibereskan. Ia menilai, terkait koordinasi, kewenangan dan keuangan menjadi portal besi dalam menyelesaikan dua isu besar tersebut.
“Isu besar tadi selalu dihadapkan pada tiga realita tersebut. Selalu ada masalah dengan hal koordinasi, selalu ada overlapping dalam hal kewenangan, dan selalu curhat terkait dengan keuangan atau anggaran. Apapun persoalannya,” kata Bima Arya dalam Rapat Koordinasi Rencana Tata Ruang dan Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur) di Hotel Pullman Vimala Hills, Bogor, Senin (27/7/2020).
Wali Kota Bogor berharap adanya kelembagaan yang dibentuk pemerintah bukan sekedar untuk memperbaiki komunikasi atau koordinasi saja, tetapi perlu disokong aspek kewenangan dan keuangannya. “Selain koordinasi tadi. Kalau pun kita aktif berkomunikasi dan berkoordinasi, tapi kewenangan dan keuangan itu terlalu struktural,” ungkap Bima.
Baca : Pemkot Bogor Didesak Bubarkan Detektif Covid-19, Ini Tanggapan Bima Arya
Menurut Bima Arya, terkait persoalan di Jabodetabek solusinya harus ditangani khusus dan secara struktural, yaitu membentuk Kementerian Khusus Jabodetabek. Ia menggaris bawahi bahwa lembaga ini tidak bisa adhoc. Ia mencontohkan, soal Sungai Citarum yang tidak bisa ditangani lembaga adhoc.
“Soal Jabodetabek ini pun tidak bisa adhoc. Pak Gubernur Jabar dengan Gubernur Jakarta sangat baik komunikasinya, meminggirkan persoalan politik, berbicara bagaimana memperbaiki koordinasi dalam hal covid. Tapi ternyata itu tidak cukup, perlu dukungan aspek kewenangan dan keuangan atau anggarannya juga,” ucap dia.
Wali Kota Bima menginginkan ada akselerasi daya dukung dalam persoalan transportasi dan Lingkungan Hidup di Jabodetabek ini. Ia tidak yakin akselerasi tersebut bakal terjadi ketika semuanya dikerjakan oleh lembaga adhoc. “Kita melihat struktur yang disampaikan Pak Menteri sangat kompleks,” ujarnya.
Dalam rakor yang digelar Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tersebut tampak hadir Menteri ATR /Kepala BPN Sofyan Djalil, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana Banguningsih Pramesti dan sejumlah kepala daerah se-Jabodetabekpunjur atau yang mewakili.
Sofyan Djalil menyebut, rakor tersebut menitikberatkan kepada sosialisasi Perpres Nomor 60/ 2020 dan penyelesaian isu strategis Jabodetabekpunjur. Karena, menurutnya, kawasan ini masih memiliki berbagai permasalahan, diantaranya isu banjir dan longsor; sampah dan sanitasi; ketersediaan air bersih; kawasan kumuh dan bangunan ilegal; serta kemacetan, yang menjadi hambatan bagi realisasi potensi pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan Jabodetabekpunjur.
Ia mengatakan, penanganan permasalahan tersebut membutuhkan terobosan dari sisi pengembangan kawasan yang terpadu. Penerbitan Perpres Nomor 60 Tahun 2020 ini bertujuan untuk menyediakan ruang bagi pengembangan ekonomi dan pusat aktivitas metropolitan dengan pertimbangan aspek keberlanjutan lingkungan.
Baca : Kerahkan 82 Unit Bus, BPTJ Klaim Penumpukan Penumpang KRL di Jabodetabek Relatif Terkendali
“Perpres ini juga mengamanatkan pembentukan Kelembagaan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Jabodetabekpunjur untuk memperkuat koordinasi pengembangan dan pengelolaan kawasan serta mengakselerasi debottlenecking,” kata Sofyan.
Dalam struktur organisasinya, Menteri ATR/ Kepala BPN akan ditunjuk sebagai ketua dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai wakil. Terdapat pula 3 (tiga) gubernur yang berperan sebagai Penanggung Jawab Wilayah, yaitu Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat. Selain itu, Kelembagaan Koordinasi ini akan dilengkapi dengan Project Management Office (PMO).
“Permasalahan di Kawasan Jabodetabekpunjur membutuhkan kerja sama yang bersifat inter-regional dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pendekatan HITS (holistik, integratif, tematik, dan spasial) akan diterapkan dalam melihat akar permasalahan dan menciptakan solusi,” terangnya.
Penulis : Redaksi
Editor : Arie Surbakti