BRO, Eksekusi lahan yang ditempati PT Hayako Prima Indonesia di Desa Campaka Mekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Kamis (16/7/2020) dinilai cacat hukum.
Pasalnya, lahan tersebut bukan milik PT Hayako Prima Indonesia melainkan milik Hendrew Sastra Husnandar. Selama ini, PT Hayako hanya menyewa ke Hendrew.
Meski begitu, eksekusi oleh PN Bale Bandung tetap dilakukan. Padahal Andrew selaku pemilik lahan tengah melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).
“Untuk eksekusi seperti ini seharusnya pengadilan menunda dulu. Karena kami dari pihak Pak Andrew sebagai pemilik lahan tidak pernah diajak musyawarah oleh BPN,” kata Kuasa hukum Hendrew Sastra Husnandar, Benny Wullur, di sela eksekusi.
Benny menyatakan, jika saja pihaknya diajak musyawarah maka ada waktu selama 14 hari untuk mengajukan keberatan. Begitu juga jika sudah keluar putusannya, masih ada kesempatan untuk melakukan kasasi.
Tetapi, ternyata justru keluar penetapan dari pengadilan bahwa konsinyasi diberikan kepada PT Hayako Prima Indonesia. Bahkan eksekusi pun menyatakan lahan itu milik PT Hayako Prima Indonesia.
“Padahal PT Hayako itu tidak memiliki tanah. PT Hayako ini hanya menyewa lahan milik Pak Hendrew. Seharusnya kalau mau dieksekusi dilakukan di tanah atas nama Pak Hendrew, dan konsinyasinya juga (diberikan) kepadanya,” terang Benny.
Dengan begitu, ujar dia, apa yang dilakukan oleh PN Bale Bandung ini terjadi salah subjek hukum.
“Ibaratnya, bagaimana mungkin pembeli memberikan uang kepada penyewa, sementara yang punya rumahnya diusir,” kata Benny.
“Itu kan tidak betul. Pak Hendrew kehilangan haknya, karena dari awal dia tidak pernah diajak musyawarah, makanya terjadilah perbuatan melawan hukum karena eksekusi ini,” ujarnya.
Benny mengaku akan melayangkan surat kepada hakim pengawas di Mahkamah Agung (MA), Ketua Komisi Yudisial, Pengadilan Tinggi, Ketua PN Bale Bandung dan melaporkan dugaan tindak pidana.
“Secara administratif saja tadi sudah salah, tahapan demi tahapan klien kami tidak pernah diajak berunding,” katanya.
“Eksekusi ini jelas cacat hukum. Dana konsinyasi diberikan kepada PT Hayako Rp 6 milliar, namun tidak diambil. Karena dia juga merasa itu bukan haknya. Ini hak klien kami, kerugian kami lebih dari Rp 18 miliar,” tegasnya.
Sementara itu, dari pantauan di lapangan, eksekusi tetap berjalan. Eksekusi lahan seluas lebih dari 1.000 meter persegi itu terkait dengan proyek Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC).
Panitera PN Bale Bandung, Danry Purnama mengatakan, lahan yang ditempati PT Hayako tersebut dieksekusi untuk kepentingan negara, yakni terkena jalur KCIC.
“Lahan milik PT Hayako yang dieksekusi ini sudah sesuai dengan penetapan pengadilan, dan akan digunakan untuk kepentingan umum atau kepentingan pemerintah,” ujar Danry.
“Kalau memang akan mengajukan keberatan atau gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) silakan,” ujar dia di sela eksekusi.
Danry memberi contoh. Jika dalam prosesnya ada tata cara verifikasi pengadaan tanah, tata cara musyawarah, dan lainnya ada kesalahan, maka hukum tidak melarang pihak yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan.
“Tapi sebenarnya, kami sudah memberikan kesempatan kepada para termohon yang tanahnya digunakan untuk kepentingan negara, dan keberatan mengenai masalah ganti rugi prosesnya sudah dilalui. Makanya, eksekusi ini merupakan langkah terakhir. Jika masih keberatan silakan ada jalur hukumnya,” katanya.
Penulis: Redaksi si Bro
Editor: Adi Kurniawan