Fakta Baru Terungkap Dipersidangan Kasus Gugatan Seleksi Dewas PPJ di PTUN Bandung, Pemkot Bogor Diduga Tidak Transparan

Ini ada fakta baru terungkap dalam persidangan. Selain Surat Nomor 900.1.13.2/5568.Bag.Ekon tanggal 29 Oktober 2024, ternyata ada Surat Keputusan Walikota Bogor Nomor 900.1.13.2 Kep.359-Bag.Ekon/2024 , yang juga diterbitkan pada tanggal, bulan dan tahun yang sama,” ungkap Rd Ian Mulyana dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/2/2025).
BRO. BANDUNG – Sidang Kasus Gugatan Seleksi Dewas Perumda Pasar Pakuan Jaya ( PPJ) Kota Bogor, digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN) Bandung, terungkap fakta baru, Pemkot Bogor disebut tidak transparan, Selasa (12/2/2025)
Dalam Persidangan perkara nomor 13/G/2025/PTUN.BDG, ternyata terungkap fakta baru terkait proses seleksi Dewas Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) Kota Bogor diduga pansel tidak transparan
SIdang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dedy Kurniawan dengan anggota M Ferry Irawan, dan Baharudin, di PTUN Bandung menghadirkan pihak tergugat, yaitu Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, yang diwakili Kepala Bagian Hukum dan HAM.
Sebagaimana diketahui, dalam perkara gugatan tersebut, Penjabat (PJ) Wali Kota Bogor, Hery Antasari dan Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Dewas Pengawas Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ), Hanafi turut sebagai tergugat satu dan dua.
Baca Juga : PTUN Bandung Mulai Sidangkan Gugatan Pansel Dewas Perumda PPJ Bogor
Sementara , Penggugat Rd Ian Mulyana J Sumpena menyatakan bahwa dalam sidang itu pihaknya selaku penggugat keberatan karena objek sengketa tidak diungkap secara transparan dalam persidangan lanjutan sidang pemeriksaan persiapan.
Ian pun mensinyalir, sejak awal terdapat ketidakterbukaan dalam proses seleksi, terutama terkait hasil akhir yang tidak disampaikan secara jelas kepada peserta seleksi calon Dewas Perumda PPJ Bogor.
Penggugat Ian Mulyana juga mengaku, dalam berbagai surat keberatan dan permohonan penjelasan yang diajukannya kepada Ketua Pansel dan Pj. Wali Kota Bogor, namun tidak ada jawaban yang secara eksplisit memberikan informasi terkait keseluruhan keputusan administratif yang telah dibuat.
“Ini ada fakta baru terungkap dalam persidangan. Selain Surat Nomor 900.1.13.2/5568.Bag.Ekon tanggal 29 Oktober 2024, ternyata ada Surat Keputusan Walikota Bogor Nomor 900.1.13.2 Kep.359-Bag.Ekon/2024 , yang juga diterbitkan pada tanggal, bulan dan tahun yang sama,” ujar Ian Mulyana dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/2/2025).
Menurutnya, Surat Keputusan Walikota Bogor tersebut baru diketahui penggugat dalam sidang lanjutan perkara a quo tanggal 12 Februari 2025, setelah majelis hakim meminta tim hukum Pemkot Bogor untuk menunjukkan dokumen yang menjadi dasar pengangkatan anggota Dewan Pengawas Perumda PPJ Kota Bogor.
“Keputusan tersebut bersifat final, konkret, dan individual, tetapi tidak pernah diberitahukan kepada penggugat maupun peserta lainnya,” ungkapnya.
Ian Mulayana juga membeberkan bahwa informasi mengenai hasil seleksi dan nilai kumulatif peserta tidak pernah diungkapkan secara terbuka, sehingga menimbulkan dugaan bahwa ada upaya untuk menutup-nutupi informasi yang seharusnya dapat diakses oleh publik.
“Ketidakterbukaan dan dugaan pelanggaran prinsip transparansi, ini semakin memperkuat dugaan bahwa proses seleksi tidak secara transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Bahkan ada sejumlah indikasi ketidak-beresan dalam seleksi yang diungkap oleh penggugat di antaranya, hasil seleksi tidak diumumkan berdasarkan peringkat nilai peserta, melainkan hanya berdasarkan abjad nama peserta.
“Soal verifikasi keabsahan ijazah dan proses seleksi lainnya tidak dijelaskan secara mendetail. Penilaian uji kelayakan dan kepatutan (UKK), psikotes serta wawancara tahap akhir tidak diinformasikan secara rinci dan kumulatif kepada peserta,” ungkapnya.
Selain itu, terkait tidak adanya jawaban resmi terhadap keberatan yang diajukan, baik kepada Ketua Pansel maupun Pj Wali Kota Bogor. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, menurutnya pemerintah daerah menjamin akses informasi yang jelas, terutama dalam proses seleksi pejabat publik.
“Di Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 juga mengatur bahwa pengangkatan anggota Dewan Pengawas BUMD harus dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel. Namun, dalam kasus ini, transparansi justru menjadi persoalan utama yang dipertanyakan oleh penggugat,” paparnya.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Ian selaku penggugat menuntut agar keputusan pengangkatan anggota Dewan Pengawas Perumda PPJ Kota Bogor periode 2024-2028 dibatalkan, khususnya dari unsur independen.
Selain itu, mesti dilakukan peninjauan ulang terhadap proses seleksi, dengan membuka seluruh informasi terkait hasil penilaian peserta.
“Pemkot Bogor harus memberikan klarifikasi resmi mengenai alasan tidak diumumkannya Surat Keputusan Walikota Bogor Nomor 900.1.13.2/Kep.359-Bag.Ekon/2024. Majelis Hakim PTUN Bandung diminta mempertimbangkan fakta bahwa proses seleksi ini diduga tidak memenuhi prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan profesionalisme,” jelasnya.
Ian berharap Dalam kasus ini, Ian Mulyana berharap harus menjadi preseden penting bagi proses seleksi Dewan Pengawas BUMD di Kota Bogor dan daerah lainnya di Indonesia.
“Keputusan PTUN Bandung tentunya dapat memberikan kepastian hukum dan mendorong peningkatan transparansi dalam seleksi pejabat publik,” pungkas Ian Mulyana
Editor : Adjet