Miris, Kota Bogor Masuk Lima Besar Kota Termiskin di Jawa Barat, DPRD : Pertanyakan Kinerja Bima Arya di Akhir Masa Jabatanya
Komisi IV DPRD Kota Bogor : Angka Kemiskinan Di Kota Bogor, Akan Dijadikan Bahan Evaluasi APBD Perubahan 2023
BRO. KOTA BOGOR – Jargon ‘Bogor Berlari’, sebagai langkah pamungkas Wali Kota Bogor Bima Arya yang sangat berambisi melakukan perubahan pembangunan wajah Kota Bogor di akhir masa kepemimpinanya 2023 ini, ternyata belum mampu mendongkrak angka kemiskinan di Kota Bogor. Sebab dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat 2022, Kota Bogor dengan persentase angka kemiskinan 7,10 persen menempati peringkat ke lima sebagai kota termiskin di Jawa Barat.
Dari rilis BPS Jawa Barat disebutkan Posisi pertama Kota termiskin di Jawa Barat adalah Kota Tasikmalaya dengan persentase angka kemiskinan mencapai 12,72 persen. Kemudian Kota termiskin ke dua dan ketiga di Jawa Barat yaitu Kota Cirebon 9,82 persen dan Kota Sukabumi 8,02 persen. Sedangkan peringkat kelima Kota termiskin di Jawa Barat versi BPJ Jawa Barat adalah Kota Bogor 7,10 persen dan disusul Kota Banjar 6,73 persen.
Selain Kota termiskin di Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat juga merilis data kabupaten termiskin di Jawa Barat pada 2022. Posisi pertama Kabupaten Indramayu dengan persentase angka kemiskinan mencapai 12,77 persen termiskin di Jawa Barat.
Kemudian disusul Kabupaten Kuningan dengan 12,76 persen, Kabupaten Cirebon 12,01, Kabupaten Majalengka 11,94 persen dan Kabupaten Bandung Barat 10,82 persen.
Data BPS Jawa Barat yang merilis Kota dan Kabupaten termiskin di Jawa Barat 2022 tentu membuat kaget dan menjadi sorotan wakil rakyat di Komisi IV DPRD Kota Bogor.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri mempertanyakan mengapa di akhir masa jabatan, Wali Kota Bima Arya justru malah menyisakan angka kemiskinan yang meningkat ?
Sebab, berdasarkan data BPS di 2022 jumlah penduduk miskin Kota Bogor mencapai 79,2 ribu jiwa atau 7,10 persen. Sementara pada 2021, tercatat 80,1 ribu jiwa, dan pada 2020 sebesar 75 ribu jiwa.
“Padahal dengan adanya pembangunan infrastruktur yang begitu masif diakhir masa jabatan walikota seperti Taman, GOM, dan jembatan harusnya membuat pertumbuhan ekonomi karena menyerap tenaga kerja,” ungkap Gus M sapaan akrabnya , Jumat (23/6).
Apalagi, jelas Gus M, Kota Bogor memiliki sebuah maskot bernama Rubo (Rusa Bogor), di mana kehadiran maskot itu digadang akan memberikan dampak positif bagi para pelaku UMKM. Namun, rupanya tak berdampak positif.
“Ini menjadi sebuah gambaran bahwa Kemiskinan absolut terjadi dikarenakan program dan kegiatan yang dilakukan tidak menyasar pada tataran dasar kebutuhan masyarakat,” papar politisi PPP itu.
“Apakah pembangunan di Kota Bogor lebih berpihak pada kelompok middle up saja tidak membangunan pergerakan ekonomi UMKM. Atau ini adalah pembenaran bahwa Pemkot hanya membangun di tataran permukaan dan tampak bagus untuk pencitraan,” tambahnya
Gus M, tidak ingin Kota Bogor yang memiliki segudang prestasi, tapi juga masuk dalam lima besar kita termiskin di Jabar.
“Angka kemiskinan di Kota Bogor adalah Akumulasi bahwa program kegiatan yang dijalankan selama ini masa tak menyasar pada kebutuhan dasar,” pungkasnya
Sementara anggota Komisi IV lainnya Devie P. Sultani yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bogor mengaku akan menjadikan data BPS sebagai bahan evaluasi dalam pembahasan APBD-Perubahan tahun anggaran 2023 ini. Sebab menurutnya, sebagai wilayah yang ditempati oleh presiden Joko Widodo, seharusnya Pemerintah Kota Bogor bisa lebih baik lagi menekan angka kemiskinan.
“Ini data BPS akan menjadi bahan evaluasi kami di DPRD, karena di sisa masa jabatan Wali Kota yang tinggal menghitung hari, semua program yang dijanjikan harus terlaksana, terlebih program yang bertujuan untuk menekan angka kemiskinan,” ujar Devie, Minggu (25/6).
Program bantuan yang seharusnya diarahkan untuk masyarakat miskin, menurut Devie juga masih tidak bisa maksimal dilakukan di Kota Bogor. Sebab berdasarkan aduan dan laporan yang diterima oleh Komisi IV dari LPM dan masyarakat, masih ditemukan adanya bantuan yang tidak tepat sasaran.
Untuk itu, DPRD Kota Bogor pun mendorong Pemerintah Kota Bogor untuk memperbaiki pendataan untuk DTKS dan peningkatan aplikasi Sahabat yang saat ini ada dibawah kendali Dinas Sosial.
Dalam data BPS ini juga menunjukkan IPM Kota Bogor masih kalah dari Kota Depok yang berada di 82,46 sedangkan Kota Bogor 77,17. Devi menyebutkan meski mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, namun ini menunjukkan Pemerintah Kota Bogor masih kurang cermat dalam merencanakan pembangunan untuk infrastruktur yang menunjang dimensi kesehatan, dimensi pendidikan dan dimensi taraf hidup.
Untuk dimensi kesehatan, Devie menilai kekurangan Posyandu di Kota Bogor menjadi salah satu penyebabnya. Bak efek domino, hal tersebut pun berpengaruh terhadap program penekanan angka stunting. Sebab data stunting Kota Bogor yang dikeluarkan dari pemerintah pusat mengalami kenaikan menjadi 18,7 persen di tahun 2022 lalu.
“Persoalan stunting juga masih menjadi masalah, maka dari itu kami DPRD Kota Bogor akan terus mendorong penambahan jumlah posyandu dan peningakatan anggaran untuk para petugas kader posyandu juga pemberian makanan sehat (PMT),” tegas Devie sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bogor.
“Intinya kami di sisa waktu yang ada akan memfokuskan anggaran untuk meningkatkan IPM Kota Bogor dan menyelesaikan janji Wali Kota Bogor yang sudah tertuang didalam RPJMD,” tutup Devie.
Editor : Adjet