Cerita Seorang Ustadz Bisnis Kavling Kebun Kurma Hingga Omset Ratusan Miliar
SIANG di penghujung Februari 2020, seorang pria muda berambut gondrong diikat dan wajah berhias janggut panjang, baru saja tiba. Penampilannya sederhana. Ia memakai setelan kemeja dan celana gombrang serta alas kaki sepatu sandal yang semuanya berkelir hitam.
Barang yang dipakai pria kelahiran Makasar ini bukanlah merek terkenal, yang mahal harganya. Tampilan atas sampai bawah, benar-benar layaknya orang biasa. Sepatu sandal yang saban hari dipakainya pun buatan lokal. Harganya ditaksir enggak lebih dari Rp 500 ribu.
Pria 37 tahun itu bernama Arfah Husaifah. Sepintas tak kentara kalau dia adalah owner PT Kampoeng Kurma Grup. Perusahaan properti yang berdiri pada 2016. Bisnis utamanya menjual tanah kavling berkonsep Kebun Kurma. Adapun sistem pengelolaannya dilakukan secara syariah dan bebas riba.
Saat masuk salah satu ruangan di perkantorannya, Bos Kampoeng Kurma mengucapkan salam. Sejurus kemudian Arfah mencium tangan seorang ibu, yang dipanggilnya Mami. “Maaf ya Mami saya datangnya siang,” ujarnya tersenyum.
Matanya masih agak merah dan sembab, kentara baru bangun tidur. Setelah itu, Ia menyalami orang di ruang aula, termasuk sejumlah pewarta. Para tamu yang menunggu lama disuguhi kopi hitam. Arfah, yang mengaku belum ngopi, lantas mengambil segelas kopi hitam dan menyeruputnya.
Bos Kampoeng Kurma tampak ramah dan menjaga sopan santun kepada tamu-tamu. Walau peruntungannya lagi diujung tanduk, Arfah seperti biasa tetap berkantor. Saban hari dia hanya mengendarai sepeda motor sekuter matik Honda, bukan mobil mewah yang mahal harganya.
Tak Kabur dari Tanggung Jawab
Arfah menegaskan, walau posisinya benar-benar terjepit, dirinya enggak kabur seperti dituduhkan orang-orang. Menurut dia, tanggung-jawabnya sebagai pimpinan menuntutnya tetap datang ke kantor. Padahal, setahun belakangan, kondisi manajemen perusahaan dan kantornya sedang mengalami turbulensi hebat.
“Enggak benar kalau buron. Saya ada terus di Bogor dan masih ngantor. Kami pun berusaha menyelesaikan semua kewajiban kepada konsumen, baik penyerahan kavling maupun refund. Hanya semuanya butuh waktu,” ucap Arfah saat berbincang dengan bogornetwork.com.
Ayah tiga anak itu memang dalam posisi terjepit. Ia harus menyelesaikan kewajiban kepada ribuan konsumen, keuangan perusahaan juga sedang pailit. Selain itu, Arfah pun harus bersiap menghadapi ancaman hukum. Tuduhan investasi bodong dan tuntutan pengembalian uang dari sebagian konsumen yang terlanjur marah membuatnya nyaris frustasi.
Omset Hingga Rp 360 Miliar
Racikan kavling tanah Kebun Kurma dengan pengelolaan berbasis syariah yang dicetuskan Ustadz Arfah Husaifah mampu menghiptonis ribuan konsumen dari berbagai daerah.
Ketertarikan masyarakat membeli kavling semakin besar setelah pihak MKK memberikan edukasi tentang potensi keuntungan tiada henti ketika pohon kurma berbuah dalam waktu antara 3,5 tahun dan 7 tahun.
Tidak hanya itu, selama masa bonus sekitar 5 tahun, manajemen yang menanggung perawatan pohon kurma. Konsep syariah yang ditawarkan MKK termasuk pembangunan infrastruktur areal perkebunan kurma. Fasilitas yang dijanjikan mulai dari masjid, pesantren, sekolahan, gedung serbaguna, arena bermain, pacuan kuda dan lainnya.
Lokasi Kampoeng Kurma tersebar di enam wilayah, yakni di Cirebon, Tanjungsari, Jonggol, Jasinga Kabupaten Bogor, Cipanas Banten dan Banten Selatan. Investasi Kampoeng Kurma mulai dikenal di tahun 2017 hingga 2018. Dalam pemasarannya, Kampoeng Kurma menjanjikan kesepakatan investasi bertema syariah dan bebas riba.
Konsep kavling Kebun Kurma dinilai konsumen begitu menjanjikan banyak keuntungan. Manajemen Kampoeng Kurma tak perlu repot mencari pembeli. Konsumennya kebanyakan berasal dari kelompok-kelompok pengajian di wilayah Jabotabek.
Sejumlah ulama ternama turut menguatkan keunggulan Kampoeng Kurma. Maka, konsumen tanpa keraguan membeli kavling Kebun Kurma. Hanya dalam waktu 2 tahun berjalan, omset penjualan kavling menembus angka sekitar Rp 360 miliar.
Sehari 400 Kavling Terjual
Arfah menceritakan, tanda kesuksesan sudah terasa saat pertama kali dirinya menawarkan tanah kavling kebun kurma seusai acara pengajian di bilangan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Saat itu, dalam sehari terjual sebanyak 400 paket kavling tanah seluas 400-500 meter persegi untuk ditanami pohon kurma.
Pihak manajemen memberikan bonus 5 pohon kurma. Adapun tambahan kavling kolam lele mendapat bonus 10.000 bibit. Harga per kavling dibanderol mulai Rp 99 juta. Menurut Arfah, pihaknya bukan menjalankan bisnis investasi keuangan seperti selama ini ramai dibicarakan orang, apalagi disebut investasi bodong.
“Dari awal bisnis kami adalah jual beli tanah atau kavling dengan bonus 5 pohon kurma plus bibit ikan. Memang sistem pengelolaan kebun kurma secara syariah,” Arfah menegaskan, “Jadi tidak benar kami melakukan penipuan dengan modus investasi bodong.”
Penulis : Arie Surbakti
USTAD T*III..
USTAD PENIPU….
Walloohi..saya Tunggu di akherat…
Manusia NDZOLIM..MALIING..MAKAN DUIT KONSUMEN
SEMOGA DIHINAKAN ALLOOH DUNIA AKHERAT KAU..WAHAI SI ARFAH