Cerita Warga Sukajaya yang Rindu Air Bersih dan Listrik
RATUSAN warga korban bencana di Sukajaya Kabupaten Bogor yang tinggal di pengungsian atas gunung nan jauh dari pusat keramaian merindukan air bersih dan aliran listrik.
Tokoh dusun Cisusuh, Abdul Basith, mengatakan, sejak hari pertama dan hingga kini sudah memasuki pertengahan ke dua pasca bencana, warganya yang tinggal di tenda pengungsian di gunung Pandawa dan Cipugur belum juga mendapatkan sumber air bersih dan aliran listrik.
“Paling kalau hujan kami punya air bersih karena nandean (Nampung air) hujan. Jika tak ada hujan, ya kami kembali pake air keruh yang kami saring,” ucap Basith di tenda pengungsian Cipugur, Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jumat (14/02/2020).
Basith mengatakan, warga mau tidak mau harus menggunakan air keruh itu untuk menunjang kebutuhan sehari-hari, meski terkadang harus berbagi atau berebut dengan hewan seperti ayam, anjing, kambing dan juga kerbau.
Sehingga dia menyebut wajar dan pantas, jika banyak warganya yang jatuh sakit. Basith mengatakan satu-satunya sumber air bersih berada di lereng gunung Minara, itu pun jika warga ingin mengambilnya harus berjalan sekira tiga kilo meter dan dalam keadaan cuaca baik dan terang.
“Kalau hujan, kami khawatir longsor dan kalau sore apalagi malam mereka takut ular gunung,” kata Basith.
Selain tidak adanya sumber air bersih, Basith mengatakan warga yang menjadi korban atau terdampak bencana pun merindukan adanya aliran listrik. Basiht menyebut sejauh ini pihak PLN saat dihubungi selalu menjawab sedang di usahakan dan dikoordinasikan, agar segera listrik kembali normal di desa-desa yang kini semakin terisolir itu.
“Baru beberapa tiangnya aja tuh dipasang, itu pun baru sampe Haurbentes. Kesini belum,” ucap Basith
Secara geografis padahal wilayah Kabupaten Bogor ini bertetanggaan dengan Ibu Kota Negara, DKI Jakarta. Basith mengatakan menjadi tetangga ibu kota, ternyata bukan menjadi suatu jaminan tanggap becana bisa dilakukan dengan cepat dan tepat. Sehingga dia tidak banyak berharap, hanya berharap para pemangku kebijakan tidak melulu berkordinasi di balik meja dalam ruang ber-AC.
“Kami selalu menunggu aksi mereka di sini,” kata Basith.
Basith mengatakan pasokan listrik belum masuk, menambah derita korban bencana. Pasalnya mereka sulit untuk melakukan aktifitas terutama di malam hari, khususnya komunikasi. Basith mengatakan sejauh ini warganya hanya mengandalkan generator set, itu pun untuk bahan bakarnya mereka beli secara patungan atau swadaya masyarakat.
“Setidaknya kalau listrik belum masuk, kasih kami alternatifnya kek. Jangan gelap terus kampung kami,” kata Basith.
Penulis : Adoh
Editor   : Arie Surbakti | Bro-1