BRO, Hoax atau pemberitaan palsu atau berita bohong sudah muncul sebelum internet hadir, namun kini hoax semakin berkembang karena dampak dari masifnya teknologi informasi dan komunikasi dan kehadiran media sosial yang memberikan kemudahan dalam menerima, berbagi dan memberi komentar serta terjadinya ledakan informasi (information overload).
Dosen dari Divisi Komunikasi dan Penyuluhan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University Dr Dwi Retno Hapsari, SP, MSi., mengatakan bahwa hoax adalah salah satu bentuk dari hyperreality (kenyataan yang berlebihan). Selain itu, salah satu yang mendorong berkembangnya hoax yaitu FoMo (Fear of Missing Out), kekhawatiran yang berlebihan ketinggalan informasi atau tergesa-gesa dalam menyebarkan informasi.
Adapun bahaya atau dampak yang ditimbulkan dari berita hoax, antara lain hoax bisa menimbulkan kerugian dalam hal waktu, tenaga dan uang. Hoax dapat menjadi pengalih isu atau fokus perhatian. Hoax dapat menjadi salah satu sarana penipuan publik. Hoax dapat memicu kepanikan publik, bahkan dapat mengancam keselamatan dan mengganggu stabilitas keamanan.
“Kita harus selalu berpikir jernih, tenang namun tetap kritis terhadap informasi yang kita terima. Jangan mudah percaya dan jangan tergesa-gesa membagikan atau menyebarluaskan berita atau informasi kepada pengguna lainnya sebelum melakukan cross-check. Lakukan validasi informasi dengan menelusuri kredibilitas sumber dari berita tersebut termasuk cek keaslian gambar atau foto yang ditampilkan,” katanya melalui siaran pers yang diterima bogornetwork.com atau Si Bro, di Bogor pada Rabu (22/4/2020).
Selain itu, kita bisa mencari sumber informasi yang beragam dan kredibel/terpercaya untuk melakukan pengecekan dan perbandingan. Hindari dan waspada judul berita yang memuat click bait (judul yang berlebihan). Manfaatkan situs atau aplikasi https://turnbackhoax.id/ dan laporkan jika kita menemukan berita atau informasi hoax. Tingkatkan literasi informasi dan tetap menjaga etika berkomunikasi.
“Jika pun informasi benar, namun akan berdampak pada kepanikan atau mengganggu stabilitas keamanan atau keselamatan orang lain, maka sebaiknya informasi cukup berhenti di kita (tidak disebarluaskan). Mari sebarkan informasi baik dengan cara yang baik, Mari sebarkan informasi yang bermanfaat untuk membangun solidaritas yang kuat,” katanya.
Penulis: Robby Firliandoko
Editor: Robby Firliandoko