BRO. KABUPATEN BOGOR – Para Jurnalis se-Bogor, tegas menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran. Penolakan itu digelar dalam aksi teatrikal sebagai bentuk kritisi terhadap DPR RI, di Simpang Gadog Puncak, Kabupaten Bogor, Minggu,(26/5)
Aksi teatrikal penolakan RUU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dilakukan belasan jurnalis/wartawan Kota dan Kabupaten Bogor yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), menjadi perhatian para pengendara roda dua maupun roda empat baik dari arah Jakarta menuju Puncak maupun sebaliknya.
Dalam aksinya, belasan wartawan juga membentangkan karton yang antara lain bertuliskan “Tolak RUU Penyiaran”, “Suara Pers Suara Rakyat”, “Jangan Bungkam Kebebasan Pers”.
Aksi penolakan itu juga ditandai semua mulut wartawan ditutup plester sebagai simbol pembungkaman terhadap kebebasan jurnalisme.
Adapun pesan aksi pembungkaman kebebasan pers itu diperankan oleh sang badut bertuliskan “DPR saat beraksi merampas kamera wartawan yang sedang bertugas melakukan peliputan”. Aksi teatrikal berlanjut dengan adanya cekcok dan keributan antara wartawan dan ‘Anggota DPR’ tersebut. Mulut wartawan lantas dibungkam oleh si ‘DPR’.
Tak hanya badut, Pembelengguan kebebasan pers juga digambarkan dengan simbol perampasan ID Card milik wartawan oleh DPR.
Pada akhir sesi teatrikal, sebagai bentuk gugurnya kebebasan pers disimbolkan pula dengan tabur bunga terhadap belasan ID Card wartawan.
Sementara aparat kepolisian dari Polsek Ciawi maupun Polres Bogor mengawal ketat selama berlangsungnya aksi. Kendati demikian, aksi berlangsung aman terkendali dan tidak mengganggu arus lalu lintas di kawasan Puncak.
Ketua IJTI Korda Bogor Raya, Niko Zulfikar, menjelaskan aksi teatrikal art dilakukan dengan damai sebagai bentuk aspirasi semua jurnalis dari berbagai komunitas maupun organisasi secara tegas menolak RUU Penyiaran sebab membungkam kebebasan pers.
“Pembungkaman oleh DPR ini telah mematikan produktivitas dan kreativitas jurnalis. Draf RUU Penyiaran disusun tidak cermat dan berpotensi mengancam kebebasan pers,” tegasnya.
Lantas, mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya Jurnalistik Investigasi?
Menurut Niko, selama karya jurnalis tersebut dilakukan secara profesional dengan berpedoman kaidah kode etik jurnalistik, dalam mengungkap fakta dan data yang benar, tidak ada yang bisa melarangnya.
“Jadi, Karya Jurnalis Investigasi semata-mata untuk kepentingan publik sesuai UU Pers, itu sah-sah saja. Tidak menyalahi aturan,” pungkasnya.
Ini Sikap Jurnalis (IJTI) korda Bogor Raya, Tolak rencana Revisi UU Penyiaran :
1. Menolak dan meminta agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
2. Meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak termasuk organisasi jurnalis serta publik.
3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform .
Editor : Adjet