“Kami ingin mendorong percepatan penyelesaian masalah HGB, tanah sewa, RDTR, dan lainnya. Jika perlu, kami akan fasilitasi koordinasi dengan kementerian terkait,” kata Aria Bima Komisi II DPR RI. Rabu (22/5)
BRO. KOTA BOGOR – Komisi II DPR RI mendorong percepatan penyelesaian berbagai permasalahan pertanahan di Kota Bogor. Fokus utamanya mencakup konflik agraria, pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), tanah ulayat, tanah wakaf, lahan ibadah, hingga percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Dalam kunjungan kerja spesifik ke Kota Bogor pada Rabu (22/5), rombongan Komisi II DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II, Aria Bima, diterima langsung oleh Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim di Balai Kota Bogor.
Dedie memaparkan sejumlah isu pertanahan yang dihadapi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Dari total 4.000 bidang tanah milik Pemkot, baru sekitar 1.400 bidang yang bersertifikat. Sisanya, sebanyak 2.600 bidang, masih dalam proses karena umumnya berupa jalan lingkungan dan fasilitas umum.
“Kami butuh dukungan ATR/BPN untuk mempercepat legalisasi status lahan dan jalan, terutama aset-aset PSU dari pengembang yang jumlahnya cukup besar,” ujar Dedie.
Permasalahan lainnya, kata Dedie, adalah pengajuan kepemilikan tanah oleh warga yang terhambat akibat proses administrasi dan aturan yang kompleks.
Tak hanya itu, sejumlah lahan ibadah juga belum memiliki sertifikat, yang berdampak pada kepastian hukum dan akses bantuan sarana prasarana.
“Kami akan membentuk satgas percepatan untuk sertifikasi lahan wakaf dan tempat ibadah. Jika alas haknya jelas, pengelola bisa mengakses berbagai bantuan dengan legalitas yang kuat,” tegas Dedie.
Dalam pertemuan itu, penyusunan RDTR Kota Bogor juga menjadi perhatian. Dokumen ini penting sebagai dasar pengendalian tata ruang yang berdampak langsung pada legalitas lahan dan pembangunan wilayah.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menegaskan bahwa kunjungan tersebut merupakan bagian dari tugas pengawasan DPR dalam menyerap aspirasi dan mengidentifikasi hambatan penyelesaian pertanahan di daerah.
“Kami ingin mendorong percepatan penyelesaian masalah HGB, tanah sewa, RDTR, dan lainnya. Jika perlu, kami akan fasilitasi koordinasi dengan kementerian terkait,” katanya.
Menurut Aria Bima, pengelolaan agraria bukan sekadar soal administrasi tanah, tetapi juga bagian dari distribusi kesejahteraan rakyat.
“Negara harus hadir bukan hanya dalam pengelolaan tanah, tetapi juga dalam memastikan distribusi surplus ekonomi dari sumber daya agraria untuk kemakmuran masyarakat,” tutupnya.
Komisi II DPR RI menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat dalam mewujudkan tata kelola pertanahan yang adil, efisien, dan berkelanjutan.
Editor:Adjet