News

FGD & Kick-Off Program EcoRanger dan UNICEF, Robby Firliandoko Unida Bogor : Kolaborasi Heksahelix Solusi Selesaikan Masalah Lingkungan

Robby : Kolaborasi Heksahelix tersebut Perlu Libatkan Akademisi, Sektor Bisnis, Komunitas, Pemerintah, Media dan Agregator

BRO. KOTA BOGOR – Kolaborasi menjadi satu kata yang terus digaungkan oleh berbagai kelompok masyarakat. Kolaborasi dinilai dapat mengakselerasi terwujudnya sebuah pencapaian dan menyelesaikan masalah sosial. Namun, kolaborasi sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua kelompok melainkan kolaborasi stakeholder heksahelix.

Hal tersebut disampaikan oleh Dosen Sains Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik dan Ilmu Komputer (FISIPKOM) Universitas Djuanda Bogor,  Robby Firliandoko dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) & Kick-Off Program EcoRanger dan UNICEF.

Robby menjelaskan, kolaborasi heksahelix tersebut perlu melibatkan akademisi, sektor bisnis, komunitas, pemerintah, media dan agregator.

“Sekarang kita ga bisa sendiri, bisa tapi pasti lebih berat. Kolaborasi adalah kuncinya. Hari ini sudah ada dari pemerintah, komunitas dan agregator, dan saya hadir sebagai akademisi. Untuk bisa menyukseskan kegiatan Eco Ranger di Kabupaten Bogor, baiknya perlu kita libatkan dari sektor bisnis dan media,” kata Robby dalam FGD yang mengusung tema Support Capacity and Action Development for Young to Address Environmental Degradation, di Hotel Savero Style Bogor pada Kamis (26/1/2023).

Dosen Muda yang juga Founder Bogor Ngariung tersebut menyampaikan bahwa masalah lingkungan di Bogor merupakan masalah yang besar. Tidak hanya berdampak pada lingkungan dan kesehatan, masalah lingkungan di Kabupaten Bogor juga dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir, longsor dan kekeringan air.

“Tahun lalu saya melalukan riset mengenai perilaku komunikasi gerakan sosial komunitas perubahan iklim, komunitas perubahan iklim yang menjadi informan menyampaikan bahwa beberapa bencana alam di Kabupaten Bogor merupakan bukti nyata dampak masalah lingkungan dan perubahan iklim dan anak menjadi korban tertinggi,” jelas Robby.

Mewakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Mutiara F. Siadari sebagai Kepala Dekontaminasi Lokasi Limbah B3 Bidang Pertambangan dan Energi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan bahwa anak muda menjadi salah satu kelompok sasaran yang ingin diadvokasi. Anak muda perlu dilindungi dan terhindar dari pencemaran akibat limbah B3. Limbah B3 bila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan masalah sosial seperti kebakaran dan berdampak pada kesehatan.

“Tugas pokok kami adalah tanggap darurat dan pemulihan lahan terkontaminasi. Pengelolaan limbah b3 itu perlu melalui proses pengurangan, penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan dan terakhir dumping. Keterlibatan anak muda sangat dibutuhkan, salah satunya dalam proses pengurangan yang sudah dilakukan komunitas,” katanya

Manager Program Community Empowerment Greenaration Foundation (GF) Dimas menyampaikan bahwa GF adalah LSM yang berfokus pada pemanfataan media kreatif adaptif dalam mengubah perilaku manusia untuk menerapkan konsumsi dan produksi berkelanjutan di Indonesia.

“EcoRanger adalah program pendampingan pengembangan komunitas lokal untuk menerapkan praktik produksi dan konsumsi berkelanjutan. Dan pada tahun 2023 ini kami berkolaborasi bersama UNICEF untuk mengentaskan masalah lingkungan di Bogor. Selama enam bulan ke depan kami akan melakukan pengembangan kapasitas, mencetak agent of change dan memfasilitasi agent of change untuk menerapkan solusi dan idea mereka,” kata Dimas.

Farah, yang juga dari GF menyampaikan bahwa Tim GF telah melakukan riset di Kabupaten Bogor. Menurutnya, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor tahun 2022 menyampaikan bahwa dalam tiga tahun terakhir volume sampah selalu meningkat. Selain itu, pencemaran udara dan air di beberapa tempat juga terjadi.

“Pencemaran limbah B3 merupakan toxic bagi manusia dan bisa menyebabkan keracunan yang berbahaya bagi hati, ginjal dan organ lainnya. Menurut data BPS 2022, jumlah penduduk balita hingga anak-anak di Indonesia sebanyak 16% dan remaja 25%. Untuk itu kami berkolaborasi bersama UNICEF untuk melakukan kegiatan di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tegal,” katanya.

Farah menambahkan, di Desa Cinangka Kabupaten Bogor dan beberapa desa lainnya ditemukan adanya paparan kadar di sekitar peleburan aki bekas.

Dalam kesempatan yang sama, Aryanie Amellina dari UNICEF Environment and Climate Action Specialist menyampaikan bahwa aksi lingkungan untuk anak muda adalah untuk membangun kesadaran anak muda untuk peduli dan terlibat dalam mitigasi pencemaran lingkungan.

“Anak perlu dilindungi dan bencana dan risiko lingkungan. Dalam aksi, kami juga mendorong anak muda untuk ikut serta dalam hal mitigasi dan advokasi. Dalam masalah lingkungan, anak muda selalu jadi sasaran kami karena kami ingin mereka menjadi agent of change. 4 pilar kami untuk anak muda yakni Melibatkan, Menjadikan mereka sebagai penerima manfaat, Mengurangi polusi dan Melindungi anak-anak dari bencana,” ungkap Aryanie.

Penulis : Ozie
Editor   : Adjet

Show More

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button