BRO. KOTA BOGOR — Komunitas musisi jalanan yang tergabung dalam Rumah Kreatif Keboen Sastra menyesalkan tindakan razia sapu bersih yang dilakukan oleh Satgas Penertiban Premanisme Kota Bogor. Pasalnya, dalam razia tersebut, para musisi jalanan turut digiring dan diinterogasi tanpa ada upaya memilah antara pelaku premanisme dan seniman jalanan.
“Kami ini bukan preman. Kami seniman yang mengais rezeki secara halal di jalanan,” tegas Pendiri Rumah Kreatif Keboen Sastra, Herie Syahnilla Putra, di kediamannya di Kelurahan Bubulak, Bogor Barat, Selasa (8/4).
Pria yang akrab disapa Herie Matahari itu mengaku kecewa karena tak ada komunikasi antara Pemerintah Kota Bogor dengan komunitas seni sebelum razia dilakukan.
Ironisnya, beberapa musisi yang terjaring razia diketahui merupakan peserta Workshop Manajemen Musik Jalanan yang digelar Juni 2024 lalu, hasil kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI.
“Mereka sudah dibina, ikut pelatihan resmi, dan berusaha tampil tertib di ruang publik. Sangat disayangkan kalau mereka dianggap preman. Yang dibutuhkan bukan razia membabi buta, tapi pemetaan dan pembinaan yang jelas,” tambah Herie.
Meski demikian, Herie mengaku mendukung upaya penertiban premanisme dan larangan mengamen di angkot yang diberlakukan oleh Wali Kota Bogor Dedie Rachim. Namun, ia menilai kebijakan itu sebaiknya disertai solusi.
“Contohnya, saat Gubernur Jabar Dedi Mulyadi melarang angkot jalur Puncak beroperasi di hari Lebaran, para sopir diberi kompensasi. Ada aksi, ada solusi,” ujarnya.
Herie pun mengusulkan agar Pemkot Bogor menggandeng komunitas seni untuk membantu membedakan mana musisi jalanan yang berkontribusi secara positif dan mana yang mengganggu ketertiban.
Apalagi, menurut Herie, Pemkot Bogor pernah menunjukkan dukungan terhadap seni jalanan. Saat menghadiri acara Rekkam Art 20, Sekda Kota Bogor Syarifah Sopiah Dwikorawati mendorong dinas-dinas membuka ruang publik bagi musisi yang sudah terdata. Bahkan, beberapa musisi yang kini terkena razia pernah tampil di acara resmi yang dihadiri langsung oleh Wali Kota Dedie Rachim.
“Mereka bukan wajah baru. Justru pernah tampil saat Pak Dedie mencalonkan diri sebagai wali kota,” ungkap Herie.
Untuk mencegah kejadian serupa, Rumah Kreatif Keboen Sastra telah mengajukan audiensi kepada Wali Kota dan dinas terkait. Salah satu usulannya adalah pemberian identitas resmi bagi musisi binaan.
Sebelum pandemi, komunitas ini aktif menghidupkan taman-taman kota melalui pertunjukan musik jalanan. Bagi Herie, musisi jalanan adalah cermin kota yang kreatif dan dekat dengan masyarakat.
“Aspirasi kami sederhana: ruang, dukungan, dan dialog. Kalau terus-menerus dipinggirkan, mimpi tentang kota kreatif hanya jadi slogan. Kota cerdas dan berbudaya butuh keterlibatan semua pihak, termasuk kami yang berkarya dari jalanan,” pungkasnya.
Editor ; Adjet