Berita UtamaIndeksNews

Menyoal Jam Malam Kota Bogor, DPRD: Anggaran Ratusan Miliar Tapi Gagal Tangani Covid-19

Pedagang Malam di Sejumlah Pusat Keramaian Menjerit

BRO. Kebijakan jam malam atau pembatasan aktifitas warga Kota Bogor di luar rumah hingga pukul 21.00 WIB sejak 28 Agustus 2020 hingga 10 September mendatang terus menuai polemik. Bahkan tak sedikit yang menjerit karena merasakan langsung dampak negatif dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK).

Tak sedikit yang menyoroti tentang reaksi Pemkot Bogor dalam mengatasi tingginya lonjakan kasus Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dianggap terlalu berlebihan, tanpa mempertimbangkan aspek perekonomian, khususnya para pedagang kecil di malam hari.

Seperti yang diungkapkan Andri (43) pedagang nasi goreng yang biasa mangkal di kawasan Simpang Yasmin-Semplak, Bogor Barat, Kota Bogor ini.

Baca Juga: Kasus Positif di Bogor Tembus 1546 Orang, Begini Upaya Walikota dan Bupati Tangani Corona

Ia mengaku sejak diterapkannya kebijakan dari Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK), berupa jam malam, penghasilannya berkurang drastis.

“Pukul 18.00 WIB bagi kami  itu bagi kami adalah ramai-ramainya pembeli. Bahkan kadang baru buka menjelang maghrib. Sehingga tak dipastiikan tak dapat pelanggan sama sekali,” katanya, Kamis (3/9/2020).

Ia mengaku sejak awal diberlakukan jam malam ia sempat tak berjualan, karena khawatir dengan sanksi yang dikenakannya. “Sekarang sih nekad saja. Meski harus kucing-kucingan dengan petugas,” tandasnya.

Baca Juga: Jelang Belajar Online, Pemkot Bogor Siapkan 797 Titik Wifi Gratis

Keluhan serupa diungkapkan Jufri, pedagang ketoprak malam di kawasan simpang Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kota Bogor. Ia menyebutkan, usahanya terancam gulung tikar jika jam malam terus diberlakukan.

“Bagaimana mau berjualan, jika kita dilarang berdagang mulai jam 6 sore. Kalau seperti ini, bisa-bisa bangkrut saya. Makanya saya b beranikan diri saja tetap berjualan,” katanya saat ditemui di simpang perlintasan sebidang Kebon Pedes.

Berdasarkan pantauan Si Bro sejak awal diberlakukannya jam malam, tepatnya 28 Agustus 2020 kawasan pusat kuliner malam hari, seperti di Jembatan Merah yang terkenal dengan jajanan doclang, bubur dan cemilan lainnya terlihat sepi.

Baca Juga: Saeful Bahri Usul Terapkan Jam Malam di Kota Bogor

Begitu pula di kawasan Air Mancur hingga Warung Jambu, tak ada lagi riuh aktifitas warga kota hujan yang hampir setiap malam, tepatnya hingga pukul 02.00 WIB, selalu ada kehidupan.

Tapi sejak lima hari terakhir sudah tak terlihat lagi. Bahkan, di beberapa titik seperti di Simpang Sukasari hingga Empang, juga serupa. Begitu pula di kawasan Bogor Trade Mall dan Tugu Kujang, sudah tak terlihat lagi kegiatan malam hari.

Sementara itu, Anggota Fraksi Gerindra DPRD Kota Bogor, SM Mohan sangat menyayangkan reaksi berlebihan yang dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam merespon lonjakan tajam kasus Covid-19.

Baca Juga: Nekad Beroperasi Melewati Jam 18.00 WIB, Sembilan Tempat Usaha di Kota Bogor Kena Denda

“Sebaiknya Wali Kota tidak perlu mengeluarkan Perwali (Peraturan Walikota nomor 107) tentang PSBMK yang didalam mengatur tentang pemberlakuan jam malam di Kota Bogor,” jelasnya.

Mohan menyatakan dengan diberlakukannya protokol kesehatan secara ketat seperti sekarang ini tidaklah tepat dan kurang bijak tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial.

“Lebih tepatnya, cukup dengan pengawasan dan sanksi tegas saja. Yang penting masyarakat disiplin menggunakan masker tak berkerumun dan rajin mencuci tangan dengan sabun,” katanya.

Baca Juga: Nekad Beroperasi Melewati Jam 18.00 WIB, Sembilan Tempat Usaha di Kota Bogor Kena Denda

Ia juga menilai, upaya Pemkot Bogor dalam menekan angka kasus Covid-19 yang hingga saat ini telah mencapai 666 orang itu terkesan memberikan rasa cemas dan takut.

Terlebih hampir setiap hari, puluhan bahkan ratusan pertugas gabungan dari Satpol PP Kota Bogor dibantu TNI dan Polri melakukan patroli serta sweeping terhadap warga yang masih beraktifitas di atas pukul 18.00 WIB di mal, cafe maupun toko.

“Yang ada bukan masyarakat peduli dan sadar bahaya Covid-19, malah terkesan mempertontonkan ke takutan,” jelasnya.

Baca Juga: Data Pelanggar Masker, Pemkot Bogor Siapkan Aplikasi Digital

Selain mempersoalkan praktik pembatasan aktifitas warga di malam hari, Mohan juga menyoroti tentang anggaran untuk menangani Covid-19 yang jumlahnya ratusan miliar dianggap pemborosan.

Menurutnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor, selain melakukan tes massif juga gencar kembali melakukan sterilisasi berupa penyemprotan disinfektan di setiap RT/RW.

“Sehingga potensi penularan di klaster keluarga bisa diminimalisir. Kalau seperti ini kemanain anggaran sebesar itu. Masa anggaran ratusan milyar tapi kasus positif corona di Kota Bogor malah terus bertambah. Berarti gagal dong “, sindirnya.

Baca Juga: Bertambah Lagi 13 Orang Positif Covid-19 di Kota Bogor, Dedie: Seluruhnya Klaster Keluarga

Sekadar diketahui, sejak ditetapkan Satuan Tugas Penangan Covid-19 nasional sebagai salah satu daerah yang berubah warna dari zona oranye (berisiko sedang) ke zona merah, kasus Covid-19 terus meroket yang rata-rata per hari lebih dari 20 orang.

Berdasarkan data dari Juru Bicara Pemkot Bogor untuk Siaga Corona Sri Nowo Retno menyebutkan per Rabu (2/9/2020), jumlah kasus positif Covid-19 di kota hujan sudah tembus ke angka 666 orang, rinciannya meninggall 32 orang, selesai isolasi atau sembuh 394 dan masih sakit atau positif aktif 240 orang.

“Penambahan kasus baru positif Covid-19 Kota Bogor hari ini bertambah 11 orang, untuk kasus sembuh bertambah 7 orang dan meninggal untuk hari ini nihil,” pungkasnya.

Penulis: Hari YD
Editor: Azwar Lazuardy

Show More

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button